ABSTRAK
MARLIA DEWI SAFITRI
14211314
“Iklan dalam Etika dan Estetika”
Makalah. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma,
2014
Kata kunci : Iklan dalam Etika dan Estetika
Penulisan
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana seharusnya produsen
mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi
kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen. Makalah ini dilator belakangi oleh
penerapan etika dan estetika dalam iklan yang dilakukan sebuah perusahaan untuk
menarik perhatian konsumen. Metode
penulisan ini dengan cara mengumpulkan berbagai informasi yang dari
sumber-sumber yang terdapat di internet. Berdasarkan pencarian penulis di
internet ternyata ada beberapa prinsip dan tanggung jawab moral yang harus
dilakukan perusahaan dalam membuat sebuah iklan. Dalam penulisan ini dapat
disimpulkan bahwa dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di
dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi
kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus
etika periklanan. Sebuah perusahaan harus memperhatikan etika dan estetika
dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-hak konsumen.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Dalam dunia bisnis, iklan
merupakan satu kekuatan yang dapat digunakan untuk menarik konsumen
sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan adalah akses informasi dan promosi
dari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media, baik yang berupa visual
atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk mempengaruhi khalayak umum untuk
mencapai target keuntungan. Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi
pemasaran yang dimaksudkan untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada
konsumen, dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir
seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual
kepada konsumen. Secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk
memungkinkan barang dapat dijual kepada konsumen.
Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan
media-media massa, baik cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan-akan upaya
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh
iklan. Memang, inilah sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai
kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikan konsumen perihal
produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan.
Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan nila-nilai normatifnya
dan menjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang
semakin tingi dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan.
1.2
Rumusan Masalah dan Batas Masalah
1.2.1
Rumusan masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana seharusnya
produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat
dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen?
1.2.2
Batasan masalah
Dalam
penulisan imiah ini, penulis akan membatasi masalah hanya
iklan dalam etika dan estetika.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. untuk mengetahui bagaimana seharusnya produsen
mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan
perusahaan dan hak-hak konsumen.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
Pengertian Iklan
Kata
iklan berasal dari bahasa Yunani yang artinya adalah menggiring orang pada
gagasan. Adapun pengertian iklan secara komprehensif adalah semua bentuk
aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara
nonpersonal yang dibayar oleh sponsor tertentu. Dengan demikian, iklan
merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring
orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat
iklan.
Menurut Thomas M. Garret,
SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual
atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau
memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk
melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea,
institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut
Masalah
moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan nilai-nilai informatifnya, dan
menjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang
semakin tinggi dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan.
Padahal, sebagaimana juga digarisbawahi oleh Britt, iklan sejak semula tidak
bertujuan memperbudak manusia untuk tergantung pada setuap barang dan jasa yang
ditawarkan, tetapi justru menjadi tuan atas diri serta uangnya, yang dengan
bebas menentukan untuk membeli, menunda atau menolak sama sekali barang dan
jasa yang ditawarkan. Hal terakhir ini yang justru menegaskan sekali lagi tesis
bahwa iklan bisa menghasilkan keuntungan-keuntungan bagi masyarkat.
Pengertian Etika dan Estetika
Etika berasal dari
bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan tetapi ada yang
memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos
yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan moral ini
memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etika ini bersifat teori sedangkan moral
bersifat praktek. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak
sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tndakan manusia itu. Etika
hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum.
Secara singkat definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai tingkah
laku manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. Moral
adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia ( baik dan buruk ) menurut
situasi yang tertentu. Jelaslah bahwa fungsi etika itu ialah mencari ukuran
tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia ( baik dan buruk ) akan tetapi
dalam prakteknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-kesukaran. Hal ini
disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia itu tidaklah sama (
relatif ) yaitu tidal terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian etika
selalu mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima
secara umum atau dapat diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan
tingkah laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu sanksi
etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh etika.
Estetika dan etika
sebenarnya hampir tidak berbeda. Etika membahas masalah tingkah laku perbuatan
manusia ( baik dan buruk ). Sedangkan estetika membahas tentang indah atau
tidaknya sesuatu. Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang berlaku
umum tentang apa yang indah dan tidak indah itu.
Estetika dapat
dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni. Estetika berkaitan dengan
nilai indah-jelek (tidak indah). Nilai estetika berarti nilai tentang
keindahan. Keindahan dapat diberi makna secara luas/secara sempit , dan
estetika murni.
1.
Secara luas, keindahan mengandung ide kebaikan.bahwa
segala sesuatu yang baik termasuk yang abstrak maupun nyata yang mengandung ide
kebaikan adalah indah. Keindahan dalam arti luas meliputi banyak hal, seperti
watak yang indah, hukum yang indah, ilmu yang indah,dan kebajikan yang indah.
2.
Secara sempit, yaitu indah yang terbatas pada lingkup
persepsi penglihatan (bentuk dan warna)
3.
Secara estetika murni, menyangkut pengalaman estetika
seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yg diresapinya melalui
penglihatan, pendengaran, perabaan dan perasaan, yang semuanya dapat
menimbulkan persepsi indah.
Tujuan Periklanan
Apapun jenis dari
periklanan maka tujuan akhirnya adalah sama yaitu untuk membantu penjualan
suatu barang atau jasa dengan jalan si pengusaha atau si pemasang
iklan menyampaikan pesan pesan dan mengadakan suatu komunikasi dengan para
konsumen melalui iklan. Adapun tujuan periklanan secara langsung adalah mengadakan
atau memperluas pasaran barang atau jasa.
Bagaimana bantuk
tujuan langsung dari periklanan terjadi :
1. Menarik
perhatian untuk barang atau jasa yang dijual (Capture attention).
2. Mempertahankan perhatian yang telah ada (Hold
attention)
3. Memakai atau menggunakan perhatian yang telah ada
untuk menggerakan calon konsumen untuk bertindak (Make useful lasting
impressions).
Iklan Tidak Etis
1.
Membohongi,
mengatakan sesuatu yang tidak benar dengan sengaja
2.
Menyesatkan
3. Menipu Publik, (mengatakan yg tidak benar dan berhasil).
Apakah mungkin menipu tanpa berbohong?
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN
Untuk memperoleh data yang digunakan dalam tugas ini,
penulis menggunakan Metode pengumpulan data berupa studi kepustakaan dengan
cara Metode pengumpulan data dengan
membaca buku dan catatan lain yang relevan dan berkaitan dengan masalah yang
dibahas dalam penulisan ilmiah. Metode ini dikelompokkan menjadi data sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur yang berhubungan dengan
masalah yang sedang diteliti.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Prinsip – Prinsip Moral yang Perlu dalam Iklan
Terdapat paling
kurang 3 prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan
penggagasan mengenai etika dalam iklan. Ketiga prinsip itu adalah:
(1) masalah kejujuran
dalam iklan,
(2) masalah martabat
manusia sebagai pribadi, dan
(3) tanggung jawab
sosial yang mesti diemban oleh iklan.
Ketiga prinsip moral
yang juga digaris bawahi oleh dokumen yang dikeluarkan dewan kepuasan bidang
komunikasi sosial untuk masalah etika dalam iklan ini kemudian akan didialogkan
dengan pandangan Thomas M. Gerrett, SJ yang secara khusus menggagas
prinsip-prinsip etika dalam mempengaruhi massa (bagi iklan) dan prinsip-prinsip
etis konsumsi (bagi konsumen). Dengan demikian, uraian berikut ini akan merupakan
“perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut.
1. Prinsip Kejujuran
Prinsip ini
berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali
dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan
barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan
menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan
yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya
dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai
konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.
2. Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan
semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan
dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative requirement). Iklan
semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara
bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan
dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat
manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih
apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab
memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
Yang banyak kali
terjadi adalah manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa
yang diiklankan, hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan
pilihan. Keadaan ini bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas
sebegitu rupa sehingga menyaksikan, mendengar atau membacanya segera
membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust),
kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial
dalam masyarkat, dll.
3. Iklan dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun sudah
dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena
perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa
yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan
meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk”
barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan
primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu
ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa
surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil
masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas
batasa kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam
kemiskinan.
Di
sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu bentuk
tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus barang dan jasa
pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas dipraktekkan. Pertama, surplus
barang dan jasa seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau
lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya
(gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll).
Tindakan
karitatif semacam ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural
masyarakat akan semakin berkembang. Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan
kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan
kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa
diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk
investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar
masyarakat.
Contoh Iklan yang Berkaitan dengan Etika
Etika
adalah ilmu tentang hal yang baik maupun hal yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban dalam bermoral ( Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ). Bisa juga
diartikan pada kasus ini, etika dalam periklanan adalah ilmu yang membahas
tentang baik atau buruk , hak dan kewajiban yang berkaitan dengan periklanan. Ada tiga unsur yang dapat menetukan
apakah sebuah iklan itu baik atau tidak yaitu :
1.
Etis (berkaitan dengan kepantasan sebuah iklan)
2.
Estetis ( berkaitan dengan kelayakan, apakah iklan
tersebut layak untuk target marketnya dan apakah jadwal tayangnya iklan
tersebut layak )
3.
Artistik ( mengandung nilai seni sehingga mengundang
perhatian masyarakat)
Contoh Iklan yang
berkaitan dengan Etika :
1.
Iklan rokok yang tidak menampilkan orang yang secara
langsung merokok, tapi menggunakan penggambaran lain. Contohnya iklan Gudang
Garam Internasional yang mengusung tema"Pria Punya Selera".
2.
Iklan pembalut wanita yang tidak terang - terangan
menampilkan daerah kewanitaan yang ditampung dengan pembalut. Contohnya iklan
Charm body fit night, hanya menampilkan bagaimana sistem penyerapan pembalut
itu dengan 3D dan hanya menampilkan seorang wanita yang tidur dengan nyaman
sampai keesokan harinya tanpa takut kebocoran berkat pembalut tersebut.
3.
Iklan sabun mandi yang tidak menampilkan orang yang
sedang mandi secara utuh. contohnya iklan sabun mandi Lux atau biore yang hanya
menampilkan orang yang mandi ditutupi busa secara keseluruhan, hanya pundak dan
bagian belakang punggung yang terlihat.
Etika yang harus
diterapkan di dalam iklan adalah sebagai berikut :
1. Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan
produknya
2. Tidak memicu SARA3.
3. Tidak mengandung pornografi.
4. Tidak bertentangan dengan norma - norma yang berlaku.
5. Tidak melanggar etika dalam berbisnis
6. Tidak adanya unsur plagiat.
Beberapa permasalahan yang bersinggungan dengan nilai-nilai dan etika, sebagai berikut :
1. Iklan yang
ditampilkan tidak mendidik
Dari sisi content,
suatu iklan terkadang malah sering menampilkan sisi-sisi yang sama sekali tidak
mendidik terhadap konsumen, taruhlah tersebut secara isi adalah benar, namun
dalam visualisasi terhadap konsumen tidak mendidik. Kita dapat melihat iklan di
televisi seperti iklan Motor Yamaha yang dibanggakan oleh semua iklan motor
adalah jago ngebut. Terlihat dari slogan-slogannya, ada yang "yang lain
makin ketinggalan" atau "Yamaha semakin terdepan". Bahkan model
dari motor tersebut dari pembalap internasional, ada yang digambarkan kalau
motornya lewat, semua orang pada lari ketakutan dan mencari tempat perlindungan
supaya pakaiannya tidak sobek-sobek. Selain itu, ada juga yang mengendarai
sepeda motor melayang-layang karena dalam kecepatan tinggi. Iklan ini secara
tidak langsung mengajak pengendara motor untuk kebut-kebutan dan tidak tau
aturan. Padahal jalanan di negeri ini tidak memungkinkan untuk melakukan hal
tersebut. Bukankah lebih baik kalau iklannya mengajak tertib lalu lintas.
2. Iklan yang
ditampilkan cenderung menyerang produk lain
Selain beberapa iklan
yang kurang atau bahkan tidak mendidik, terdapat juga seberapa iklan yang dalam
pengiklanannya saling enjatuhkan produk lain, tentunya ini secara etis
merupakan bentuk persaingan yang tidak dibenarkan, karena tindakan tersebut
merugikan pihak lain.
Contohnya iklan yang
sering muncul di televisi yaitu iklan Kartu As dan Kartu XL yang selama ini
sering menjatuhkan satu sama lain. Sebuah iklan Kartu AS yang diiklankan oleh
Sule (Artis pelawak) di televisi. Dalam sebuah iklan itu, dia tampil seolah-olah
sedang diwawancarai oleh wartawan. Kemudian dia selanjutnya berkomentar, ”Saya
kapok dibohongin sama anak kecil,” ujar Sule yang disambut dengan tertawa para
wartawan, dalam penampilan iklannya. Secara tidak langsung iklan seperti ini
dapat merugikan pihak lain.
Hak Konsumen terhadap Promosi Produk melalui Iklan
Salah satu kemajuan
besar dari kehadiran Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) dalam sistem perlindungan konsumen adalah rumusan mengenai
hak-hak Konsumen. Pasal 4 UUPK merumuskan 9 (sembilan) hak konsumen, yaitu:
1) hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa
serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3) hak atas informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
4) hak untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; 5) hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut
6) hak untuk mendapat
pembinaan dan pendidikan konsumen
7) hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
8) hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9) hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak-hak konsumen yang
dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Artinya, dalam setiap transaksi Pasal 4 UUPK atau
pengguaan suatu produk barang dan jasa tertentua, pihak pelaku usaha harus
menjamin semua hak tersebut terpenuhi. Dari perspektif kepentingan konsumen,
tahap-tahap dalam transaksi antara pelaku usaha dan konsumen, maka hak yang
paling penting adalah hak atas informasi. Hak atas informasi ini penting,
karena informasi yang diperoleh menjadi dasar bagi konsumen untuk mengambil
keputusan untuk melanjutkan transaksi atau keputusan untuk menggunakan atau
tidak menggunakan suatu produk barang dan jasa. Dengan kata lain, hak atas
informasi ini penting, karena hak ini menjadi dasar bagi pelaksanaan hak-hak
yang lainnya, misalnya hak untuk memilih produk yang kemudian dilanjutkan
dengan hak atas fair agreement. Tanpa perlindungan atas hak informasi, konsumen
akan menghadapi kesulitan dalam menentukan hak-hak lainnya.
Secara
teoritis, informasi produk sebenarnya tidak saja untuk kepentingan konsumen,
tetapi juga untuk kepentingan produsen sendiri, karena informasi tentang produk
juga berfungsi sebagai tanda atau penbeda antara produk yang satu dengan produk
yang lainnya. Artinya, produk yang dijual akan dicari konsumen karena pengetahuannya
tentang produk tersebut melalui berbagai sarana informasi . Pada akhirnya, dari
perspektif pelaku usaha, informasi yang disampaikan bersifat promotif, atau
menjadi bagian dari strategi promosi produk. Dalam praktek hubungan antara
produsen dan konsumen, iklan merupakan salah satu instrumen promosi dan sumber
informasi yang paling digunakan oleh pelaku usaha.
Suka atau tidak,
iklan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat baik
secara positif maupun negatif. Pengaruh positif iklan adalah memberikan
informasi kepada konsumen sehingga memudahkan konsumen memilih produk apa yang
digunakan. Melalui informasi yang didapat dari iklan, konsumen dimudahkan untuk
mengetahui keunggulan suatu produk dibandingkan dengan produk yang lain
sehingga konsumen dapat mempertimbangkan dengan seksama sebelum memutuskan
untuk memilih. Pengaruh negatifnya adalah iklan dapat mempengaruhi konsumen
untuk membeli produk yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Masyarakat yang
sebenarnya tidak membutuhkan barang dan/atau jasa tertentu terkadang dengan
adanya iklan terpengaruh untuk membeli dan/atau memanfaatkan jasa tersebut
karena di dalam iklan digambarkan seolah-olah masyarakat membutuhkannya.
Sebagai sarana komunikasi dan pemasaran, iklan memegang peranan penting,
sehingga iklan haruslah jujur, bertanggungjawab, tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku, dan tidak boleh menyinggung perasaan dan martabat negara,
agama, susila, adat, budaya, suku, golongan, serta iklan harus dijiwai oleh
asas persaingan yang sehat.
Iklan
yang pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemesaran yang bermaksud
untuk mendekatkan konsumen dengan pelaku usaha pada kenyataan sering menjadi
“batu sandungan” si pelaku usaha. Hal ini disebabkan banyaknya iklan yang justru
mengecewakan konsumen karena memberikan informasi yang berlebihan, menyesatkan,
dan menipu. Kekecewaan konsumen akan iklan yang berlebihan, menyesatkan, dan
menipu ini tercermin dengan banyaknya keluhan yang disampaikan melalui surat
kabar. Kita tentu sering membaca di surat kabar misalnya di kolom Redaksi Yang
Terhormat di koran Kompas, dimana konsumen mengeluh tentang suatu produk kerena
ternyata produk tersebut tidak sesuai dengan iklannya. Periklanan dalam
pengertian-pengertian pokok Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia ialah
seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan dan
penyampaian iklan. Dengan demikian periklanan lebih kepada manajemen iklan
sebagai keseluruhan proses yang merupakan salah satu bentuk komunikasi untuk
memenuhi fungsi pemasaran, dan bukan semata-mata aspek teknis.
Periklanan
harus mampu membujuk khalayak agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan
strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan pemilihan dan
keputusan membeli. Pengaruh iklan sebagai proses komunikasi memiliki unsur
mempengaruhi khalayak penerimanya, pengaruh yang ditimbulkan itu merupakan efek
yang terjadi pada diri khlayak akibat penyampain pesan komunikasi (pengusaha).
Dengan demikian setiap produsen pasti mengharapkan iklannya memiliki efek
tertentu pada khalayak. Efek itu menjadi tujuan komunikasi dari suatu iklan,
namun bukan berarti efek yang diharapkan adalah produk yang diiklankannya
tersebut akan langsung dibeli oleh khalayak, karena walaupun tugas utamanya
membantu menciptakan penjualan, iklan tidak dirancang untuk menciptkan
penjualan seketika. Dengan kata lain, efek iklan bersifat jangka panjang.
Pengaruh
iklan terhadap khalayak, terutama konsumen sangat terasa, kebanyakan dari
konsumen/khalayak menentukan pembelian suatu barang/produk atau menggunakan
jasa ide tertentu akibat dari adanya pengaruh informasi dan persuasi iklan baik
melalui televisi maupun media cetak seperti majalah, koran dan sebagainya.
Terkait
dengan iklan yang menipu, profesionalisme dalam beriklan sangat penting.
Ketidakcermatan dapat mengubah fungsinya. Kalau hal ini sengaja, maka ia
menjadi kebohongan, dan dapat dikategorikan sebagai penipuan (Fraudulent
Misrepresentation). Setidaknya ada dua kategori untuk misrepresentation.
Misalnya menyebutkan adanya sesuatu yang sebenarnya tidak ada atau sebaliknya,
adanya zat tertentu dalam produk, tetapi tidak disebutkan. Kedua, adalah
pernyataan yang menyesatkan (mislead). Istilah lain yang juga digunakan adalah
deceptive (memperdayakan).
Kecuali
dua kategori itu ditemukan istilah-istilah, yakni berupa puffery, mock-ups,
deceptive. Puffery adalah iklan yang menyatakan suatu produksi secara
berlebihan dengan menggunakan opini subjektif. Contohnya iklan yang menggunakan
kata-kata : nomor satu; terbaik; lebih unggul; pasti cocok; tiada tandingan dan
ungkapan lain tanpa memberikan suatu fakta tertentu. Mock-ups, yakni cara
mengiklankan sesuatu produksi dengan menggunakan tiruan. Secara konseptual,
penipuan (deceptive) terjadi bila suatu iklan yang disampaikan pada proses
persepsi khalayak dan hasil out put dari proses persepsi tersebut (1) berbeda
dengan kenyataan sebenarnya dan (2) mempengaruhi sikap membeli (Buying
Behavior) yang merugikan khalayak/konsumen. Input atau masukan itu sendiri
mungkin dapat diterapkan mengandung kesalahan. Hal yang lebih sulit dan kasus
yang lebih umum terjadi adalah saat input atau iklan tersebut tidak secara
jelas salah, tetapi proses persepsi menimbulkan kesan menipu. Sebuah penolakan
mungkin tidak akan melewati saringan perhatian atau pesannya mungkin akan
ditafsirkan secara kalah (ministerpreted).
Padahal langkah agar
khalayak mendapatkan persepsi seperti yang diinginkan pemasang pesan merupakan
proses memerlukan pertimbangan matang. Dalam hal ini perancang pesan harus memperhitungan
latar pengalaman (Field of experience) dan kerangka acuan (Frame of reference)
khalayak yang perlu diteliti dan dianalisa sebelumnya.
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Dalam periklanan
tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok
bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang
dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Iklan mempunyai unsur promosi,
merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi calon pembeli, karena itu bahasa
periklanan mempergunakan retorika sendiri. Masalah manipulasi yang utama
berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari segi
informatifnya), karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak
berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar. Maka di
dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut
5.2 Saran
Seharusnya para pelaku bisnis mengacu pada etika dan estetika yang berlaku
pada iklan dan tidak mementingkan keuntungan semata tanpa mempertimbangkan efek
dari iklan yang dibuatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Garrett, Thomas M., SJ, Some Ethical Problems of Modern Advertising,
The Gregoriana Univ. Press, Rome, 1961.
Keraf, Sonny A., Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta,
1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar